Senin, 28 Maret 2011

ASUHAN KEPERAWATAN “DENGAN DIAGNOSA KEPERAWATAN TETANUS”

Disusun Oleh:
NAMA     : WORNIA ETIK SUSANTI
NIM         : 04.08.1974
KELAS    : B/KP/VI





BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Penyakit tetanus adalah penyakit akut yang disebabkan oleh eksotoksin yang dikeluarkan penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanifestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot massater dan otot-otot rangka.oleh basil tetanus yang masih hidup secara anaerobic pada luka.
Penyakit ini sangat berbahaya karena jika tidak segera ditangani akan menyebaban kematian. Di Indonesia kasus penderita tetanus setiap tahunnya terus meningkat. Maka dari itu program pemerintah tentang pemberian imunisasi saat sedang gencang-gencang dilakukan demi menurunkan angka penderita tetanus.
Ciri khas dari tetanus adalah adanya kontraksi otot disertai rasa sakit, terutama otot leher kemudian diikuti dengan otot-otot seluruh badan.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud dengan tetanus?
2.      Apa etiologi tetanus?
3.      Apa factor predisposisi tetanus?
4.      Bagaimana patofisilogi tetanus?
5.      Bagaimana manifestasi klinis tetanus?
6.      Apa yang menjadi diagnose bandingnya?
7.      Bagaimana penatalaksanaan tetanus?
8.      Bagaimana prognosa tetanus?
9.      Bagaimana pengobatan dari tetanus?
10.  Bagaimana pencegahan tetanus?
11.  Apa saja komplikasi tetanus?
12.  Diagnose apa yang muncul untuk pasien tetanus
BAB II
PEMBAHASAN

I.      PENGERTIAN
Tetanus adalah penyakit akut, bahkan fatal, yang disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh bakteri Clostridiium tetani.
Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena mempengaruhi system urat saraf dan otot.
Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanus dari teinein yang berarti menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi dimana spesme otot tonik dan hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya punggung (opistotonus), spasme glottal, kejang dan paralisis pernafasan.
Tetanus adalah suatu penyakit yang ditandai dengan hypertonia, nyeri pada otot yang mengalami kontraksi (biasanya otot rahang dan leher), dan spasme (gerakan yang terjadi dengan sendirinya) otot menyeluruh tanpa penyebab yang jelas.
II.               ETIOLOGI
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4-0,5 milimikro yang bersepora termasuk golongan gram positif dan hidupnya anaerob. Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksik ini (tetanusspasmin) mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin ini labil pada pemanasan, pada suhu 65° C akan hancur dalam lima menit. Disamping itu dikenal pula tetanolysin yang bersifat hemolisis, yang peranannya kurang berarti dalam proses penyakit.

III.           FAKTOR PREDISPOSISI

a.       Umur tua atau anak-anak
b.      Luka yang dalam dan kotor
c.       Belum terimunisasi

IV.           PATOFISIOLOGI
Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram positif anaerob, Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah inokulasi bentuk spora ke dalam darah tubuh yang mengalami cidera (periode inkubasi). Penyakit ini merupakan 1 dari 4 penyakit penting yang manisfestasi klinis utamanya adalah hasil dari pengaruh kekuatan eksotoksin (tetanus, gas ganggren, dipteri, botulisme).
Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti luka tertusuk paku, pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka yang kotor dan bayi dapat melalui tali pusat. Organisme multiple membentuk 2 toksin yaitu tetanuspasmin yang merupakan toksin kuat dan atau neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot, dan mempengaruhi system saraf pusat. Eksotoksin yang dihasilkan akan mencapai pada system saraf pusat dengan melewati akson neuron atau system vaskuler. Kuman ini menjadi terikat pada satu saraf atau jaringan saraf dan tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin. Hipotesa cara absorbsi dan bekerjanya toksin adalah pertama toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui aksis silindrik di bawah ke korno anterior susunan saraf pusat. Kedua, toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk ke dalam sirkulasi darah artteri kemudian masuk ke dalam system saraf pusat. Toksin bereaksi pada myoneural junction yang menghasilkan otot-otot menjadi kejang dan mudah sekali terangsang. Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata-rata10 hari.
Bakteri Clostrudium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia dan hewan peliharaan dan di daerah pertanian. Tempat masuknya kuman penyakit ini bisa berupa luka yang dalam yang berhubungan dengan kerusakan jaringan local, tertanamnya benda asing atau sepsis dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal dan kecil atau luka gores yang terkontaminasi tanah, trauma pada jari tangan atau jari kaki yang berhubungan dengan patah tulang jari dan luka pembedahan.
Berbagai keadaan di bawah ini dapat menyebabkan keadaan anaerob yang disukai untuk tumbuhnya kuman tetanus :
A.    Luka dalam, misalnya luka tusuk karena paku, pecahan kaca atau kaleng, pisau atau  benda tajam lainnya.
B.     Luka karena tabrakan, kecelakan kerja ataupun karena perang.
C.     Luka-luka ringan seperti luka goresan, lesi pada mata, telinga atau tonsil, gigitan serangga juga merupakan tempat kuman tetanus.
V.               MANIFESTASI  KLINIS
Masa tunas tetanus berkisar antara 2-21 hari. Timbul gejala klinis biasanya mendadak yang didahuli oleh ketegangan otot terutama pada rahang dan leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus) karena spasme otot master. Kejang otot ini akan berlanjut ke kuduk (opistotonus), dinding perut dan sepanjang tulang belakang. Bila serangan kejang tonik sedang berlangsung, sering tampak risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi. Gambaran umum yang khas pada tetanus adalah berupa badan kaku dengan tangan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik. Serangan timbul paroksismal, dapat dicetuskan oleh rangsang suara, cahaya maupun sentuhan, akan tetapi dapat timbul spontan. Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi afaksia dan sianosis, retensi urin bahkan terjadi fraktur collumna vertevralis (pada anak). Kadang dijumpai demam yang ringan dan biasanya pada stadium akhir, kematian sering terjadi pada pasien yang berusia 60 tahun atau lebih.
Gejala tetanus yang utama adalah sakit kepala dan nyeri pada otot rahang, yang diikuti dengan rasa kaku pada leher, kesulitan untuk menelan, otot perut mengeras, kejang dan demam. Gejala ini biasanya terjadi 8 hari setelah tubuh terkena infeksi, dan akan menyerang selama 3 hari sampai 3 minggu. Tetanus tidak dapat ditularkan antara sesama manusia.


Umumnya penyakit tetanus mudah menyerang pada mereka yang belum pernah menerima vaksinasi tetanus atau pada mereka yang pernah mendapatkan vaksinasi namun lebih dari 10 tahun yang lalu. Pasien yang terkena penyakit tetanus harus dirawat di Rumah Sakit untuk mendapatkan perawatan yang intensif.
Dalam waktu 48 jam penyakit ini menjadi nyata dengan :
a.       Trismus (kesukaran membuka mulut) karena spasme otot-otot mastikatoris.
b.      Kuduk kaku sampai opistotonus (karena ketegangan otot-otot erector trunki).
c.       Ketegangan otot dinding perut (harus dibedakan dari abdomen akut).
d.      Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin yang terdapat kornu anterior.
e.       Risus sardonikus karena spasme otot muka (alis tertarik keatas, sudut mulut tertarik  ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi).
f.       Kesukaran menelan, gelisah, mudah terangsang, nyeri kepala, nyeri anggota badan sering merupakan gejala dini.
g.      Spasme yang khas, yaitu badan kaku dengan opistotonus, ekstremitas inferior dalam keadaan ektensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat. Anak tetap sadar. Spasme mula-mula intermiten diselingi periode relaksasi. Kemudian tidak jelas lagi dan serangan tersebut disertai rasa nyeri. Kadang-kadang terjadi perdarahan intramuscular karena kontaraksi yang kuat.
h.      Afaksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernafasan dan laring. Retensi urin dapat terjadi karena spasme otot uretral. Fraktura kolumna vertebralis dapat pula terjadi karena kontraksi otot yang sangat kuat.
i.        Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir.
j.        Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang peninggian tekanan cairan otak.
Menurut beratnya gejala dapat dibedakan menjadi 3 stadium :
1.      Trismus (3 cm) tanpa kejang tonik umumnya meskipun dirangsang.
2.      Trismus (3 cm atau lebih kecil) dengan kejang tonik umum bila dirangsang.
3.      Trismus (1 cm) dengan kejang tonik umum spontan.
VI.           DIAGNOSIS BANDING
Spasme yang disebabkan oleh strknin jarang menyebabkan spasme otot rahang. Tetani diagnosis dengan pemeriksaan darah (kalsium dan fosfat). Kejang pada meningitis dapat dibedakan dengan kelainan cairan serebrospinalis. Pada rabies terdapat anamnesis gigitan anjing atau kucing disertai gejala spasme laring da faring yang terus menerus dengan pleiositoksis tetapi tanpa trismus. Trismus dapat pula terjadi pada anggota yang berat, abses retoferingeal, abses gigi yang hebat, pembesaran kelenjar getah bening leher. Kuduk kaku juga dapat terjadi pada meningitis (pada tetanus kesadaran tidak menurun), mastoiditis pneumonia lobaris atas, miostis leher, spondilitis leher.

VII.        PENATALAKSANAAN
·         UMUM
ü  Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya.
ü  Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut dan menelan. Bila ada trismus makanan dapat diberikan personde atau parental.
ü  Isolasi untuk menghindari rangsangan luar seperti suara dan tindakan terhadap pasien.
ü  Oksigen, pernafasan buatan dan trakeotomi bila perlu.
ü  Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit


·         OBAT-OBATAN
ü  Anti toksin
Tetanus imun globulin (TIG) lebih dianjurkan pemakaiannya dibandingkan dengan anti tetanus serum (ATS) dari hewan.
Dosis inisial TIg yang dianjurkan adalah 5000 U intramuscular yang dianjurkan dengan dosis harian 5000-6000 U. bila pemberian TIG tidak memungkinkan, ATS dapat diberikan dengan dosis 5000 U intravena. Pemberian baru dilaksanakan setelah dipastikan tidak ada reaksi hipersensitivitas.
ü  Anti kejang
Jenis obat yang biasa digunakan adalah :
·         Diazepam, dengan dosis 0,5-1,0 mg/kg berat badan/ jam intramuscular, efek sampingnya Sopor dan Koma.
·         Meprobamat, dengan dosis 300-400 mg/4 jam intramuscular, tidak memiliki efek samping.
·         Klorpromasin, dengan dosis 25-75 mg/4 jam intramuscular, efeksamping hipotensi.
·         Fenobarbital, dengan dosis 50-100 mg/4 jam intramuscular, efek samping depresi pernafasan.
·         Antibiotic
Pemberian penisilin prokain 1,2 juta unit/hari atau tetrasiklin 1g/hari secara intravena, dapat memusnahkan Clostridium tetani tetapi tidak mempengaruhi proses neurologisnya.



VIII.    PROGNOSIS
Tetanus memiliki angka kematian sampai 50%. Kematian biasanya terjadi pada penderita yang sangat muda, sangat tua, dan pemakai obat suntik. Jika gejalanya memburuk dengan segera atau jika pengobatan tertunda, maka prognosisnya memburuk.
Dipengaruhi oleh beberapa factor yang dapat memperburuk keadaan, yaitu :
a)      Masa inkubasi yang pendek (kurang dari 7 hari)
b)      Neonatus dan usia tua (lebih dari 55 tahun)
c)      Frekuensi kejang yang sering
d)     Kenaikan suhu badan yang tinggi
e)      Pengobatan yang lambat
f)       Periode trismus dan kejang yang semakin sering
g)      Adanya penyulitan spasme otot pernafasan dan obstruksi jalan nafas
IX.           PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit tetanus meliputi :
v  Mencegah terjadinya luka
v  Merawat luka secara adekuat
v  Pemberian anti tetanus serum (ATS) dalam beberapa jam setelah luka akan memberikan kekebalan pasif, sehingga mencegah terjadinya tetanus akan memperpanjang masa inkubasi atau bila terjadi ttetanus gejalanya ringan.
v  Umumnya diberikan dalam dosis 1500 U intramuscular setelah dilakukan tes kulit dan mata.
v  Pemberian toksoid tetanus pada anak yang belum pernah mendapat imunisasi aktif pada minggu-minggu berikutnya setelah pemberian ATS, kemudian diulangi lagi dengan jarak waktu 1 bulan 2 kali berturut-turut
v  Pemberian penisilin prokain selama 2-3 hari setelah mendapat luka berat(dosis 50.000U/kgBB/hari).
v  Imunisasi aktif. Toksoid tetanus diberikan agar anak membentuk kekebalan secara aktif. Sehingga vaksinasi dasar diberikan bersama vaksinasi terhadap pertusis dan difteria, dimulai pada umur 3 bulan. Vaksinasi ulangan (booster) diberikan 1 tahun kemudian dan pada usia 5 tahun serta selanjutnya setiap 5 tahun bersama toksoid difteria (tanpa vaksin pertusis).
Bila terjadi luka berat pada seorang anak yang telah mendapat imunisasi atau toksoid tetanus 4 tahun yang lalu, maka kepadanya wajib diberikan pencegahan dengan suntikan sekaligus antitoksin dan toksoid pada kedua ekstremitas (berlainan tempat suntikan).
X.               PENGOBATAN
·         Untuk menetralisir racun, diberikan immunoglobulin tetanus. Antibiotic tetrasiklin dan penisilin diberikan untuk mencegah pembentukan racun lebeh lanjut.
·         Obat lainnya bisa diberikan untuk menenangkan penderita, mengendalikan kejang dann mengendurkan otot-otot. Penderita biasanya dirawat di Rumah Sakit dan ditempatkan dalam ruangan yang tenang. Untuk infeksi menengah sampai berat, mungkin perlu dipasang ventilator untuk membantu pernafasan.
·         Makanan diberikan melalui infuse atau selang nasogastrik. Untuk membuang kotoran, dipasang kateter. Penderita sebaiknya berbaring bergantian miring ke kiri atau ke kanan dan dipaksa untuk batuk guna mencegah terjadinya pneumonia.
·         Untuk mengurangi nyeri diberikan kodein. Obat lainnya bias diberikan untuk mengendalikan tekanan darah dan denyut jantung. Setelah sembuh, harus diberikan vaksinasi lengkap karena infeksi tetanus tidak memberikan kekebalan terhadap infeksi berikutnya.
·          Anti Toksin : ATS 500 U IMdilanjutkan dengandosis harian 500-1000 U
·         Anti konvulsan dan penenang : bila kejang hebat dapat diberikan fenobarbital dengan dosis awal yaitu untuk umur kurang dari 1 tahun 50  mg dan untuk anak umur 1 tahun diberikan 75 mg. Dilanjutkan dengan dosis 5 mg/kgBB/hari, di bagi 6 dosis.
Diazepam dengan dosis 4 mg/kgBB/hari, dibagi 6 dosis, bila perlu dapat diberikan secara intravena.
Largaktil dengan dosis 4 mg/kgBB/hari, dibagi 6 dosis. Bila kejang sukar diatasi dapat diberikan kloralhidrat 5% dengan dosis 50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis, diberikan perrektal.
·         Anto Biotik : pemberian penisilin prokain 1,2 juta U/hari
·         Diet harus cukup kalori dan protein. Konsistensi makanan tergantung kepada kemampuan membuka mulut dan menelan. Bila terdapt trismus, diberikan makanan cair melalui lubang. Bila perlu diberikan pemberian nutrisi secara parenteral.
·         Isolasi untuk menghindari rangsangan (suara, tindakan terhadap penderita). Ruang perawatan harus tenang.
·         Bila perlu diberikan oksigen dan kadang-kadang diperlukan tindakan trakeostomi untuk menghindari akibat obstruksi jalan nafas.


·         Anak dianjurkan untuk dirawat di Unit Perawatan Khusus bila didapatkan keadaan :
a)      Kejang-kejang yang sukar diatasi dengan obat-obatan antikonvulasan yang biasa.
b)      Spasme laring.
c)      Komplikasi yang memerlukan perawatan intensif seperti sumbatan jalan nafas, kegagalan pernafasan, hipertermi dan sebagainya.
XI.           KOMPLIKASI
v Bronkopneumoni
v Afaksia
v  Sianosis
v  Spasme otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saliva) di dalam rongga mulut dan hal ini memungkinkan teerjadinya aspirasi sehingga dapat terjadi pneumonia aspirasi
v  Atelektasis karena obstruksi oleh secret
v  Fraktura

PENGKAJIAN

a.         Riwayat penyakit sekarang; adanya luka parah atau luka bakar dan imunisasi yang tidak adekuat.
b.        Sistem Pernafasan ; dyspneu asfiksia dan sianosis akibat kontaksi otot pernafasan
c.         Sistem kardio vaskuler; disritmia, takikardia, hipertensi dan perdarahan, suhu tubuh awal 38-40 C atau febril, terminal 43-44 C
d.        Sistem Neurolgis; (awal) irritability, kelemahan, (akhir) konvulsi, kelumpuhan satu atau beberapa saraf otak.
e.         Sistem perkemihan; retensi urine (distensi kandung kencing dan urine out put tidak ada/oliguria)
f.         Sistem pencernaan; konstipasi akibat tidak adanya pergerakan usus.
g.        Sistem integumen dan muskuloskletal; nyeri kesemutan tempat luka, berkeringan (hiperhidrasi). Pada awalnya didahului trismus, spasme oto muka dengan meningkatnya kontraksi alis mata,  risus sardonicus, otot-otot kaku dan kesulitan menelan. Apabila hal ini berlanjut akan terjadi status konvulsi dan kejang umum.
DIAGNOSA KEPERAWATAN:
1. Resiko tinggi terhadap trauma atau penghentian pernafasan b.d kehilangan
          koordinasi  otot-otot besar dan kecil.
 Kriteria :
 - Tidak terdapatnya faktor resiko internal ataupun ekternal untuk memunculkan
             serangan gagal nafas.
 - Menunjukkan sikap yg dapat menghindari rangsang lingkungan aman dan sesuai
      dengan indikasi.
 - Pengobatan dapat dipertahankan untukmengontrol aktifitas kejang dan pencegahan
               Intervensi
                  Rasaional
1. Gali bersama klien berbagai stimulus
    pencetus kejang
2. Pertaahankan bantalan lunak, pada
    penghalang tempat tidur yg aman.
3. Pertahankan tirah baring secara ketat
    jika klien menunjukkan gejala
    prodromal kejang.
4. Tinggallah bersama klien bbrp lama
    setelah timbulnya kejang.
5. Miringkan kepala, masukkan tong
    spatel kemulut, dan lakukan 
    pengisapan.
6. Catat tipe aktifitas kejang
7. Kolaborasi pembelian obat-obat anti
    kejang.
1. Untuk menghindari faktor resiko
    terjadinya kejang.
2. Untuk mencegah klien dari trauma.
3. Untuk mencegah/ mengambil
    tindakan secara mudah jika terjadi
    serangan kejang,klien bebas dari
    trauma.
4. Mengobservasi timbul;nya serangan
    kejang  berulang.
5. Mencegah aspiras, gigitan lidah, dan
    aspirasi oleh cairan pd jalan nafas.
6. Memberi pengaman thd pencegahan
    serangan kejang berikutnya.
7. Mencegah terjadinya serngan kejang
    yang berulang.

2. Bersihan jalan nafas atau pola nafas tidak efektif b.d kerusakan neuro ,obstrusi
    tracheobronchial.
 Kriteri hasil :
  - Mempertahankan pola nafas yg efektif dgn jalan nafas paten atau aspirasi dicegah .
               Intervensi
              Rasional
1. Anjurkan klien untuk mengosongkan
    mulut dari benda tertetu seperti gigi
    palsu jika fase aura terjadi atau tanpa
    gejala kejang.
2. Letakkan klien pd posisi miring
    permukaan datar , miringkan kepala
    selama serangan kejang.
3. Tanggalkan pakain pd derah dada /
    abdomen dan leher.
4. Masukkan spatel lidah atau jalan nafas
    buatan atau gulungan benda lunak
    sesuai indikasi.
5. Lakukan pengisapan sesuai indikasi
6. Berikan tambahan oksigen sesuia
    indikasi.
7.Siapkan alat atau bantu intubasi jika
   ada indikasi.   
1. Menurunkan resiko aspirasi atau
    masuknya benda asing ke faring.
2. Mencegah aspirasi.
3. Untuk memfasilitasi usaha bernafas
    atau ekspansi dada.
4. Untuk mencegah gigitan lidah,
    mengefektifkan jalan nafas.
5. Mempertahankan bersihan jalan nafas
6. Memenuhi kebutuhan klien terhadap
    oksigen.
7. Menjaga jika terjadinya obstruksi
    jala nafas.yg permanent oleh
   rangsangan kejang.

3. Kurang pengetahuan atau kebutuhan bejar mengenai kondisi dan aturan  penatalaksanaan b.d     kurangnya informasi , keterbatasan kognitif.
 Kriteria hasil :  Mengungkakkan pemahaman tentang gangguan dan berbagai  Rangsangan yg dapat meningkatkan atau berpotensial pada aktifitas kejang, klien  Mentaati aturan penetaksanaan .



              Intervensi
                Rasional
1. Jelaskan mengenai penyakitnya,
    patifisiologi, gejala tanda serangan,
    dan penenganan yg dilakukan pada
    saat serangan timbul.
2. Jelaskan pentingnya minum obat
    secara teratur.
3. Jelaskan pentingnya menghindari
    rangsangan sabagai faktor pencetus
    terjadinya serangan..
1. Klien mengerti tentang keadaan dan
    mampu mengambil tindakan yang
    berguna untuk dirinya.
2. Menghindari terjadinya serangan yang
    disebabkab oleh karena putus obat.
3. Klien dapat terhindar dari stimulus
    terjadinya serangan berulang.




BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Penyakit tetanus adalah penyakit akut yang disebabkan oleh eksotoksin yang dikeluarkan penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanifestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot massater dan otot-otot rangka.oleh basil tetanus yang masih hidup secara anaerobic pada luka.
Ciri khas dari tetanus adalah adanya kontraksi otot disertai rasa sakit, terutama otot leher kemudian diikuti dengan otot-otot seluruh badan.
B.     SARAN
Untuk semua kalangan harus selalu berhati-hatidalam  menggunakan barangatau besi yang berkarat karena bakteri Clostridium tetani ini hidup dibesi yang berkarat. Maka dari itu kita bersama-sama harus mengetahui bagaimana cara penanganan awal bagi apabila terkena bakteri Clostridium tetani, apabila ada seseorang yang terkena pisau yang berkarat lukanya harus segera dicuci bersih dan dibersihkan dengan alcohol selanjutnya penderita dibawa ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan penanganan yang tepat dan cepat. Maka dari itu hindari barang yang berkarat.




DAFTAR PUSTAKA


·         Budi Santosa. 2006. “Panduan Diagnosa Keperawatan”. Prima Medika.
·         Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005-2006, Primamedika Jakarta.
·         Joana C dan Gloria, NIC.
·         Joana C dan Gloria, NOC.
·         Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. 1985. “Ilmu Kesehatan Anak”. FKUI. Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar