Jumat, 01 April 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TETANUS


ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN TETANUS


PUTU YAYARI INDAH ASRI
04.08.1962

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Diagnosa Tetanus” dapat terselesaikan. Makalah ini di susun guna memenuhi tugas mata kuliah Keparawatan Medikal Bedah II.
Keperawatan di Indonesia saat ini masih dalam suatu proses profesionalisasi yaitu terjadinya suatu perubahan dan perkembangan karakteristik sesuai tuntunan secara global dan local atau otonomi. Untuk mewujudkannya maka perawat Indonesia harus mampu memberikan Asuhan Keperawatan secara profesional kepada pasien dan berpartisipasi secara aktif dalam membangun bangsa dan negara Indonesia tercinta. Sehingga masyarakat (masyarakat umum dan masyarakat profesional) mengenal dan mengakui eksistensi profesi keperawatan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Sugeng Jitowiyono selaku dosen mata kuliah Keperawatan Medical Bedah (KMB) II, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan makalah ini, maka mohon dimaaafkan dan demi kesempurnaan makalah ini kami memerlukan kritik, saran, maupun masukan dari dosen mata kuliah dan rekan-rekan. Akhirnya penulis mengharapkan makalah ini bisa bermanfaat bagi semua.

                                                                                    Yogyakarta,  Maret  2011

                                                 
                                                                     Penulis








BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostiridium tetani yang dimanefestasikan dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada otot masester dan otot rangka
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4 – 0,5 milimikron. Kuman ini berspora termasuk golongan Gram positif dan hidupnya anaerob. Spora dewasa mempunyai bagian yang ber bentuk bulat yang letaknya di ujung, penabuh genderang (drum stick). Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanospasmin) mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin mi labil pada pemaanasan, pada suhu 650C akan hancur dalam 5 menit.  Di samping itu dikenai pula tetanolisin yang bersifat hemolisis, yang perannya kurang berarti dalam proses penyakit.

1.3 Tujuan
  1. Mengetahui Pengertian dari Tetanus
  2. Mengetahui Etiologi dari Tetanus
  3. Mengetahui Patofisiologi dari Tetanus
  4. Mengetahui Tanda dan gejala dari Tetanus
  5. Mengetahui Gambaran Umum yang Khas pada Tetanus
  6. Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik pada Tetanus
  7. Mengetahui Komplikasi pada Tetanus
  8. Mengetahui Prognosa dari Tetanus
  9. Mengetahui Pencegahan dari Tetanus
  10. Mengetahui Penatalaksanaan pada Tetanus
  11. Mengetahui Askep pada pasien anak dengan Tetanus


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tetanus

Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanisfestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot massater dan otot-otot rangka
Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena mempengaruhi sistem urat saraf dan otot. Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanos dari teinein yang berarti menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi di mana spasme otot tonik dan hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang dan spasme dan paralisis pernapasan.
            Penyakit tetanus addalah penyakit infeksi yang diakibatkan oleh kuman Cloctradium tetani yang dimanifestasikan berupa kejang otot proksimal, diikuti oleh kekuatan otot seluruh tubuh. Kekuatan tonos otot ini selalu tampak pada otot maseter dan otot – otot rangka.


2.2 Etiologi Tetanus
1.Clostiridium tetani adalah kuman yang berbentuk batang seperti penabuh genderang berspora, golongan gram positif, hidup anaerob. Kuman ini mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik (tetanus spasmin), yang mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Timbulnya tetanus ini terutama oleh clostiridium tetani yang didukung oleh adanya luka yang dalam dengan perawatan yang salah.
Faktor predisposisi
  1. Umur tua atau anak-anak
  2. Luka yang dalam dan kotor
  3. Belum terimunisasi
2. Clastradium tetani adalah kuman berbentuk batang, rangping berukuran 2-5x0,4-0-0,5 milimikron. Kuman ini berspora termasuk dalam golongan gram positif dan hidup anaerob. Spora dewasamempunyai bagian yang bergenderang ( drum stick). Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neorotoksik. Toksik ini (tetanuspasmin) mula-mula akan menyebabkan kejang otot daqn syaraf ferefer setempat. Toksin labil pada pemanasan pada suhu 65 derajat celcius akan hancur dalamwaktu5 menit. Disamping itu dikenal juga tetanolisin yang bersifat hemolisis yang perannya kurang berani dalam proses hemolisis.


2.3 Patofisiologi Tetanus
Suasana yang memungkinkan organisme anaerob berploriferasi dapat disebabkan berbagai keadaan antara lain :
1).   Luka tusuk dalam, misalnya luka tusuk karena paku, kuku, pecahan kaleng, pisau, cangkul dan lain-lain.
2).   Luka karena kecelakaan kerja (kena parang0, kecelakaan lalu lintas.
3).   Luka ringan seperti luka gores, lesi pada mata, telinga dan tonsil.
Cara kerja toksin
Toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui sumbu limbik masuk ke sirkulasi darah dan masuk ke Susunan Saraf Pusat (SSP). Toksin bersifak antigen , sangat mudah diikat jaringan syaraf dan bila dalam keadaan terikat tidak dapat lagi dinetralkan oleh toksin spesifik. Toksin yang bebas dalam darah sangat mudah dinetrakan oleh antitoksin spesifik.
Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram positif anaerob, Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah inokulasi bentuk spora ke dalam darah tubuh yang mengalami cedera (periode inkubasi). Penyakit ini merupakan 1 dari 4 penyakit penting yang manifestasi klinis utamanya adalah hasil dari pengaruh kekuatan eksotoksin (tetanus, gas ganggren, dipteri, botulisme).
Bakteri Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia dan hewan peliharaan dan di daerah pertanian. Tempat masuknya kuman penyakit ini bisa berupa luka yang dalam yang berhubungan dengan kerusakan jaringan lokal, tertanamnya benda asing atau sepsis dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal dan kecil atau luka geser yang terkontaminasi tanah, trauma pada jari tangan atau jari kaki yang berhubungan dengan patah tulang jari dan luka pada pembedahan.

2.4 Tanda dan Gejala pada Tetanus
               Masa inkubasi tetanus berkisar antara 2-21 hari. Timbulnya gejala klinis biasanya mendadak yang didahului oleh ketegangan otot pada rahang dan leher. Timbul kesukaran membuka mulut, (trismus) karena spasmus otot masseter. Kejang ototini akan berlanjut kekuduk dinding perut dan sepanjang tulang belakang. Bila serangan toksik sedang sering tampak rimus sardonikus karena spasmus otot muka dengan gambaran alis tertarik keatasdan sudut mulut tertarik keluar dankebawah , bibir tertekan kuat pada gigi . Gambaran umum  yang khas pada tetanus adalah berupa badan kaku dengan epistotonus ,tungkaidalam keadaan ektensi, lengan kaku dan tangan mengapel, biasanya kesadaran tetap baik.

Secara umumdalam kurun waktu kurang lebih 48 jam penyakit tetanus menjadi nyata
    terlihat dengan gambaran klinis sebagai berikut :
1. Tetanus : karena spasmus otot-otot matikatoris ( otot pengunyah).
2.   Kaku kuduk sampai epistotonus ( karena ketegangan otot-otot erector tungkai).
3.   Ketegangan otot dinding perut (perut kaku seperti papan).
4.   Kejang tonis teritama bila dirangsang karena toksin yang tendapat di komus  
      anterior.
 5.  Resus sardonikos karena spasme otot muka ( alis tertarik keatas,sudut muka
      tertarik keluar dan kebawah, bibir tertekan kuat pada gigi)
6.   Kerusakan menelan, gelisah ,mudah terrangsang, nyeri kepala, nyeri anggota
      badan
7.   Spasme yang khas yaitu badan kaku dengan epitotonus, ektrimitas inferior dalam
      keadaan ektensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat .
8.   Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernapasan dan laring.
9.   Panas biasanya tidak terlalu tinggi.
10. Biasanya terdapat leukositisis ringan dan kadang-kadang peninggian tekanan
      cairan otak.

Menurut beratnya gejala dapat dibedakan dalam 3 stadium :
1. trismus ( 3cm) tampa kejang tonik umum meskipun dirangsang.
2. Trismus (3 cm atau lebih kecil) dengan kejang tonik umum bila dirangsang.
3. Trismus ( 1 cm) dengan kejang tonik umum spontan


Penilaian tetanus berdasarkan Phillip skore :
 Gardasi Penyakit :
1. Masa inkubasi :
    - < 2 hari                                          - Nilai 5
    - 2-5 hari                                          -    “    4
   - 6-8 hari                                           -    “    3
   - 11-14 hari                                       -    “    2
   - > 15 hari                                         -     “   1
2. Tempat infeksi :
   - Umbilikus                                       - Nilai 5
  - Kepala/leher                                     -    “    4
  - Badan                                               -    “    3
  - Ektrimitas atas proksimal                -    “     3
  - Ektrimitas bawah proksimal            -    “     3
  - Ektrimitasd atas distal                     -    “     2
  - Ektrimitas bawah distal                   -    “     2
  - Tidak diketahui                                -    “     1
3. Imunisasi :
  - Belum pernah                                   -  Nilai 10
  - Mungkin pernah                               -    “     8
  - Pernal > 10 th yang lalu                    -    “     4
  - Pernah < 10 th yang lalu                   -    “     2
  - Imunisasi lengkap                            -     “     0
4. Faktor penyerta :
  - Trauma yg mengancam jiwa             -  Nilai  10
  - Trauma berat                                     -     “      8
  - Trauma sedang                                  -     “      4
  - Trauma ringan                                   -     “      2
  - A.S.A derajat 1                                  -     “      1

Faktor-faktor yg mempengaruhi prognosa penyakit :
 5. Derajat spasme :
   - Epistotonus                                        -  Nilai   5
   - Reflek spasme umum                         -    “       4
   - Reflek terbatas                                    -    “       3
   - Spastisitas umum                                -     “     2
   - Trismus                                                -    “     1
6. Frekue3nsi spasme :
   - Spontan > 3 x / 15 menit                       - Nilai  5
   - Spontan < 3 x / 15 menit                       -    “     4
   - Kadsang-kadang spontan                      -    “     3
   - < 6 x / 12 jam                                         -    “    1
7. Suhu Badan :
   - > 38,9 derajat celcius                              - Nilai 10
   - 38,3 – 38,9 derajat celcius                       -    “    8
   - 37,8 – 38,2 derajat celcius                       -    “    4
   - 37,2 – 37, 7 derajat celcius                      -    “    2
   - 37,7 – 37,1  derajat celcius                      -     “   0
8. Pernapasan :
   - Tracheostomy                                         - Nilai  10
   - Henti napas setiap konvulsi                     -   “      8
   - Henti napas kadang setelah konvulsi       -    “     4
   - Henti napas hanya selama konvulsi         -    “     2
   - Normal                                                     -     “    0

2.5 Gambaran Umum yang Khas pada Tetanus
1).   Badan kaku dengan epistotonus
2).   Tungkai dalam ekstensi
3).   Lengan kaku dan tangan mengepal
4).   Biasanya keasadaran tetap baik
5).   Serangan timbul proksimal dan dapat dicetuskan oleh karena :
a      Rangsang suara, rangsang cahaya, rangsang sentuhan, spontan.
b      Karena kontriksi sangat kuat dapat terjadi aspiksia, sianosis, retensi urine, fraktur vertebralis (pada anak-anak), demam ringan dengan stadium akhir. Pada saat kejang suhu dapat naik 2-4 derakat celsius dari normal, diaphoresis, takikardia dan sulit menelan.

2.6 Pemeriksaan pada Tetanus
1. Pemeriksaan laboratorium :
a. Liquor Cerebri normal
b. hitung leukosit normal atau sedikit meningkat.
c. Pemeriksaan kadar elektrolit darah terutama kalsium dan magnesium
d. Analisa gas darah dan gula darah sewaktu penting untuk dilakukan.
2. Pemeriksaan radiologi : Foto rontgen thorax setelah hari ke-5.
2.7 Komplikasi
 Komplikasi tetanus terjdi akibat penyakitnya seperti :
a. Spasme otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saliva) didalam rongga mulut dan hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi sehingga dapat terjadi pnemonia aspirasi.
b. Asfiksia ini terjadi karena adanya kekakuaan otot-otot pernafasan sehingga pengembangan paru tidak dapat maksimal
c. Atelektasis karena obstruksi oleh secret hal ini karena seseorang dengan tetanus akan mengalami trismus (mult terkunci) sehingga klien tidak dapat mengeluarkan sekret yang menumpuk di tenggorokan, atau pun menelanya.
d. Fraktura kompresi ini dapat terjadi bila saat kejang klien difiksasi kuat sehingga tubuh tidak dapat menahan kekuatan luar.

2.8 Prognosa
Sangat buruk bila ada OMP (Otitis Media Purulenta), luka pada kulit kepala. Tetanus memiliki angka kematian sampai 50%. Kematian biasanya terjadi pada penderita yang sangat muda, sangat tua dan pemakai obat suntik. Jika gejalanya memburuk dengan segera atau jika pengobatan tertunda, maka prognosisnya buruk.
Dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat memperburuk keadaan yaitu :
  1. Masa Inkubasi yang pendek (kurang dari 7 hari)
  2. Neonatus dan usia tua (lebih dari 5tahun)
  3. Frekuensi kejang yang sering
  4. Kenaikan suhu badan yang tinggi
  5. Pengobatan terlambat
  6. Periode trismus dan kejang yang semakin sering
  7. Adanya penyulit spasme otot pernafasan dan obstruksi jalan nafas
2.9 Pencegahan pada Tetanus
Pencegahan penyakit tetanus meliputi :
1).   Anak mendapatkan imunisasi DPT diusia 3-11 Bulan
2).   Ibu hamil mendapatkan suntikan TT minimal 2 X
3).   Pencegahan terjadinya luka & merawat luka secara adekuat
4).   Pemberian anti tetanus serum.

2.10 Penatalaksanaan pada Tetanus
1.Penatalaksanaan medis
Empat pokok dasar tata laksana medik : debridement, pemberian antibiotik, menghentikan kejang, serta imunisasi pasif dan aktif, yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Diberikan cairan intravena dengan larutan glukosa 5% dan NaCl fisiologis dalam perbandingan 4 : 1 selama 48-72 jam selanjutnya IVFD hanya untuk memasukan obat. Jika pasien telah dirawat lebih dari 24 jam atau pasien sering kejang atau apnea, diberikan larutan glukosa 10% dan natrium bikarbonat 1,5% dalam perbandingan 4 : 1 (jika fasilitas ada lebih baik periksa analisa gas darah dahulu). Bila setelah 72 jam bayi belum mungkin diberi minum peroral/sonde, melalui infus diberikan tambahan protein dan kalium.
b. Diazepam dosis awal 2,5 mg intravena perlahan-lahan selama 2-3 menit, kemudian diberikan dosis rumat 8-10 mg/kgBB/hari melalui IVFD (diazepam dimasukan ke dalam cairan infus dan diganti setiap 6 jam). Bila kejang masih sering timbul, boleh ditambah diazepam lagi 2,5 mg secara intravena perlahan-lahan dan dalam 24 jam berikutnya boleh diberikan tembahan diazepam 5 mg/kgBB/hari sehingga dosis diazepam keseluruhannya menjadi 15 mg/kgBB/hari. Setelah keadaan klinis membaik, diazepam diberikan peroral dan diurunkan secara bertahap. Pada pasien dengan hiperbilirubinemia berat atau bila makin berat, diazepam diberikan per oral dan setelah bilirubin turun boleh diberikan secara intravena.
c. ATS 10.000 U/hari, diberikan selama 2 hari berturut-turut dengan IM. Perinfus diberikan 20.000 U sekaligus.
d. Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis, intravena selama 10 hari. Bila pasien menjadi sepsis pengobatan seperti pasien lainnya. Bila pungsi lumbal tidak dapat dilakukan pengobatan seperti yang diberikan pada pasien meningitis bakterialis.
e. Tali pusat dibersihkan/kompres dengan alcohol 70%/Betadine 10%.
f. Perhatikan jalan napas, diuresis, dan tanda vital. Lendir sering dihisap.


2. Penatalaksanaan keperawatan
Perawatan intensif terutama ditujukan untuk mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi, menjaga saluran nafas tetap bebas, mempertahankan oksignasi yang adekuat, dan mencegah hipotermi. Perawatan puntung tali pusat sangat penting untuk membuang jaringan yang telah tercemar spora dan mengubah keadaan anaerob jaringan yang rusak, agar oksigenasi bertambah dan pertumbuhan bentuk vegetatif maupun spora dapat dihambat. setelah puntung tali pusat dibersihkan dengan perhydrol, dibutuhkan povidon 10% dan dirawat secara terbuka. Perawatan puntung tali pusat dilakukan minimal 3 kali sehari
2.11 Asukan Keperawatan pada pasien anak dengan Tetanus
                       ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
                                    DENGAN TETANUS

-        Analisa data
TGL
DATA
ETIOLOGI
MASALAH
04-02-2002
DATA SUBYEKTIF
-       Keluarga mengatakan bahwa tidak tahu saya harus bagaimana untuk membantu suaminya yang sedang kejang
-       Keluarga mengatakan bagaimana kondisi suaminya apakah bias disembuhkan atau tidak
-       Klien pernah diberi penjelasan tentang operasinya di Poli dan ruangan
-       Kelarga mengatakan kenapa suami saya sering kejang terus
-       KEluarga (isteri) mengatakan suaminya tidak bias makan dan minum hanya bias mengaduh, mengerang
DATA OBYEKTIF
-       Keluarga tampak menangis dan bingung menghdapai sisuasi suaminya yang sedang sakit dan sambil duduk selonjorkan kaki
-       Klien dengan tetanus dengan gradasi penyakit 17 (berat; masa inkubasi saat MRS 5 hari, tempat infeksi ekstremitas bawah distal, imnunisasi (-), dan penyakit penyerta (1)
-       Keluarga banyak bertanya

Paska operasi :
DATA SUBYEKTIF
-     Klien mengatakan terasa sakit ddan pega-pegal sleuruh utbuh.
-     Klien mengatakan tidak bias atau sulit menelan

DATA OBYEKTIF
-      Sekresi pada mulut (++)
-      Posisi terlentang dengan tangan diikat
-      Pernafasan spontan dan agak ngorok
-      Pemeriksaan paru Rh -/-, wh -/-
-      RR 24 kali/menit











DATA SUBYEKTIF
-      KLien mengatakan terasa sakit, pegal-pegal seluruh tubuuh, dan kaku. 

DATA OBYEKTIF
-      Klien gelisah
-      Klien selalu menggerakkan kaki sehingga sering kali kaki menggelantung
-      Tangan kanan dan kiri terfiksasi, tangan kiri terpasang infus
-      Klien tidur terlentang dengan dipasang pengaman pad atempat tidur.


DATA SUBYEKTIF
-      

DATA OBYEKTIF
-       Muka dan dada berkeringan, suhu akral hangat
-       Suhu tubuh 395 oC, nadi 96 kali/mnt/takhikardia
-       Baju terbuka
-       Lab.leuskosit (tae)
Situasi kritis penyakit tetanus


Keluarga kurang mendapat informasi dan pengalaman tentang penyakitnya


Kurang pengetahuan


Mekanisme koping tidak adekuat

cemas















Invasi kuman ke otot bergaris

Otot pernafasan terserang/spasme lairng

Rangsangan air liur/sekresi ++



Kekakuan pada mulut dan lidak
 


Sulit menelan


Jalan nafas tidak efektif
(aspiksia)


Bersihan jalan nafas


Tetanus

Toksin pada Otot motoik/sensoris normal

Peningkatan refleks pad anggota gerak yang terkena luka

Kompresi tulang

Gelisah


Cedera fisik


Eksotoksin


Pembuluh darah/jaringan (neutropil, limposit meningkat)

Metabolisme meningkat


Hiperpireksia


pengetahuan































Jalan nafas
























Cedera fisik
















Suhu tubuh














G.Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul adalah :
1.            Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi sekret yang berlebihan pad ajalan nafas atas.
2.            Kurangnya pengetahuan keluarga tentang penanganan penyakitnya berhubungan dengan keterbatasan informasi 
3.            Risiko terjadinya cedera fisik berhubungan dengan serangan kejang berulang.
4.            Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan reaksi eksotoksin
5.            Risiko pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan sehubungan dengan ketidakmampuan menelan

II. Perencanaan
1.      Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi sekret yang berlebihan pada jalan nafas atas.
Bersihan Jalan nafas tidak efektif b.d penumpukan sekret pada jalan nafas
Tujuan : Jalan nafas bersih
Kriteria ;
-          pernafasan spontan (hidung dan mulut)
-          RR 16-20 kali/mnt
-          Tidak ada sianosis
Rencana Tindakan
Rasional
1. Monitor tanda-tanda vital; terutama pernafasan

2. Monitor bersihan jalan nafas : sputum, mulut, stridor, ronchii

3. Atur posisi klien : kepala hiperekstensi

4. Atur posisi klien : Trendelenburk


5. Lakukan fibrasi paru dan postural drainage


6. Lakukan penghisapan lendir tiap 3 jam atau bila perlu


7. Evaluasi hasil kegiatan tiap 3 jam atau bila perlu

Pernafasan merupakan karakteristik utama yang terpengaruh oleh adanya sumbatan jalan nafas
Pemantauan kepatenan jalan nafas penting untuk menentukan tindakan yang perlu diambil
3. Meminimalkan resiko sumbatan jalan nafas oleh lidah dan sputum

4. Merupakan mekanisme postural drainage, memfasilitasi pengeluaran secret paru
5. Rangsangan fisik dapat meningkatkan mobilitas secret dan merangsang pengeluaran secret lebih banyak
6. Eliminasi lendir dengan suction sebaiknya dilakukan dalam jangka waktu kurang dari 10 menit, dengan pengawasan efek samping suction
7. Memastikan tindakan/prosedur yang dilakukan telah mengurangi masalah pada klien

2.      Kurangnya pengetahuan keluarga tentang penanganan penyakitnya berhubungan dengan keterbatasan informasi 
Tujuan              :  Pengetahuan klien dan keluarga tentang penanganan penyakitnya dapat meningkat.
Kriteria Hasil    : 
a.       Klien dan keluarga dapat mengerti proses penyakit dan penanganannya
b.      klien dapat diajak kerja sama dalam program terapi
c.       klien dan keluarga dapat menyatakan melaksanakan penejlasan dna pendidikan kesehatan yang diberikan.



INTERVENSI
RASIONAL
1. Identifikasi tingkat pengetahuan klien dan keluarga

2. Hindari proteksi yang berlebihan terhadap klien , biarkan klien melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya.
3. ajarkan pada klein dan keluarga tentang peraawatan yang harus dilakukan sema kejang

4. jelaskan pentingnya mempertahankan status kesehatan yang optimal dengan diit, istirahat, dan aktivitas yang dapat menimbulkan kelelahan.
5. jelasakan tentang efek samping obat (gangguan penglihatan, nausea, vomiting, kemerahan pada kulit, synkope dan konvusion)
6. jaga kebersihan mulut dan gigi secara teratur
1. Tingkat pengetahuan penting untuk modifikasi proses pembelajaran orang dewasa.
2. tidak memanipulasi klien sehingga ada proses kemandirian yang terbatas.

3. kerja sama yang baik akanmembantu dalam proses penyembuhannnya

4. status kesehatan yang baik membawa damapak pertahanan tubuh baik sehingga tidak timbul penyakit penyerta/penyulit.

5. efek samping yang ditemukan secara dini lebih aman dalam penaganannya.

6. Kebersihan mulut dan gigi yang baik merupakan dasar salah satu pencegahan terjadinya infeksi berulang.

3.      Risiko terjadinya cedera fisik berhubungan dengan serangan kejang berulang.
Tujuan             :            Klien tidak mengalami cedera selama perawatan
Kriteria hasil     :           
a.       Klien tidak ada cedera akibat serangan kejang
b.      klien tidur dengan tempat tidur pengaman
c.       Tidak terjadi serangan kejang ulang.
d.      Suhu 36 – 37,5 º C , Nadi 60-80x/menit (bayi), Respirasi 16-20 x/menit
1.      Kesadaran composmentis
Rencana Tindakan :
INTERVENSI
RASIONAL
1.      Identifikasi dan hindari faktor pencetus
2.      Tempatkan klien pada tempat tidur yang memakai pengaman di ruang yang tenang dan nyaman
3.      anjurkan klien istirahat
4.      sediakan disamping tempat tidur tongue spatel dan gudel untuk mencegah lidah jatuh ke belakng apabila klien kejang
5.      lindungi klien pada saat kejang dengan :
-         longgarakn pakaian
-         posisi miring ke satu sisi
-         jauhkan klien dari alat yang dapat melukainya
-         kencangkan pengaman tempat tidur
-         lakukan suction bila banyak sekret
6.      catat penyebab mulainya kejang, proses berapa lama, adanya sianosis dan inkontinesia, deviasi dari mata dan gejala-hgejala lainnya yang timbul.
7.      sesudah kejang observasi TTV setiap 15-30 menit dan obseervasi keadaan klien sampai benar-benar pulih dari kejang
8.      observasi efek samping dan keefektifan obat
9.      observasi adanya depresi pernafasan dan gangguan irama jantung
10.  lakukan pemeriksaan neurologis setelah kejang
11.  kerja sama dengan tim :
-         pemberian obat antikonvulsan dosis tinggi
-         pemeberian antikonvulsan (valium, dilantin, phenobarbital)
-         pemberian oksigen tambahan
-         pemberian cairan parenteral
-         pembuatan CT scan

1. Penemuan faktor pencetus untuk memutuskan rantai penyebaran toksin tetanus.
2. Tempat yang nyaman dan tenang dapat mengurangi stimuli atau rangsangan yang dapat menimbulkan kejang
4. efektivitas energi yang dibutuhkan untuk metabolisme.
5. lidah jatung dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas.

5. tindakan untuk mengurangi atau mencegah terjadinya cedera fisik.








6. dokumentasi untuk pedoman dalam penaganan berikutnya.




7. tanda-tanda vital indikator terhadap perkembangan penyakitnya dan gambaran status umum klien.


8. efek samping dan efektifnya obat diperlukan motitoring untuk tindakan lanjut.
9 dan 10 kompliksi kejang dapat terjadi depresi pernafasan dan kelainan irama jantung.

11. untuk mengantisipasi kejang, kejang berulang dengan menggunakan obat antikonvulsan baik berupa bolus, syringe pump.


6.            Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan reaksi eksotoksin

Tujuan : suhu tubuh dalam batas normal  setelah 2 jam tindakan
Kriteria Hasil :
-         Suhu tubuh normal (36-37OC)
-         Keringat minimal
-         Tidak haus
-         Nadi 80 x/mnt
Rencana Tindakan
Rasional
1. Monitori saat timbulnya demam

2.Monitor  tanda-tanda vital tiap 3 jam atau lebih sering

3. Berikan kebutuhan cairan ekstra


4. Berikan kompres dingin

5. Kenakan pakaian minimal

6. Lanjutkan terapi cairan intravena RL ½ Saline dan pemberian antipiretik


1. Observasi hasil untuk mengidentifikasi pola demam

2. Acuan untuk mengetahui keadaan umum klien
3. Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
4. Konduksi suhu membantu menurunkan suhu tubuh
5. Pakaian yang tipis akan membantu mengurangi penguapan tubuh
6. Pemberian caiaran sangat penting bagi klien dengan suhu tinggi. Pemberian caiaran merupakan wewenang dokter sehingga perawat perlu berkolaborasi dalam hal ini.





BAB III
PENUTUP


3.1 KESIMPULAN
Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostiridium tetani yang dimanefestasikan dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada otot masester dan otot rangka
Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram positif anaerob, Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah inokulasi bentuk spora ke dalam darah tubuh yang mengalami cedera (periode inkubasi). Penyakit ini merupakan 1 dari 4 penyakit penting yang manifestasi klinis utamanya adalah hasil dari pengaruh kekuatan eksotoksin (tetanus, gas ganggren, dipteri, botulisme).
Bakteri Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia dan hewan peliharaan dan di daerah pertanian. Tempat masuknya kuman penyakit ini bisa berupa luka yang dalam yang berhubungan dengan kerusakan jaringan lokal, tertanamnya benda asing atau sepsis dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal dan kecil atau luka geser yang terkontaminasi tanah, trauma pada jari tangan atau jari kaki yang berhubungan dengan patah tulang jari dan luka pada pembedahan.





DAFTAR PUSTAKA

Doenges, ME. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi.3.Jakarta: EGC
A.K. Muda, Ahmad, (2003). Kamus Lengkap Kedokteran.Edisi Revisi. Jakarta : Gitamedia Press.
Juall Carpenito, lynda RN,(1999).Diagnosa dan Rencana Keperawatan. Ed 3. Jakarta : Media Aesculappius.
Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : Penerbit Kedokteran (EGC)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar